Wednesday 30 April 2014




Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin


DEMOKRASI LIBERAL

a.    Masa Demokrasi Liberal (Parlementer)
Ketidakstabilan Pernerintah akibat persaingan antar Partai-Partai Politik. Setelah bentuk RIS dibubarkan pada tanggal 15 Agustus 1950 rnaka bentuk negara kita kernbali kedalam bentuk negara kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan UUDS 1950. Berdasarkan UUDS 1950 sistem kabinet/demokrasi yang dianut adalah demokrasi atau kabinet parlernenter (liberal). Dalam kabinet parlementer dipimpin oleh seorang perdana menteri yang bertanggungjawab kepada DPR bukan kepada presiden.
Sistim demokrasi liberal ditandai dengan sering bergantinya kabinet dalam arti kabinet yang tidak berkuasa tidak pernah berumur panjang. Kabinet pada rnasa demokrasi lib­eral adalah
No Nama kabinet Pembentukan Pembubaran
1. Kabinet Moh. Natsir 6 September 1950 21 Maret 1951
2. Kabinet Soekiman 26 April 1951 Februari 1952
3. Kabinet Mopo 30 Maret 1952 2 Juni 1953
4. Kabinet Ali Wongso 1 Agustus 1953 24 Juh 1955
5. Kabinet Burhanudin 12 Agustus 1955 3 Maret 1956
6. Kabinet Ali II 24 Maret 1956 ± tahun 1957
Dari semua kabinet hanya berumur ± 1 tahunan, kabinet itu yang berhasil mencapai prestasi adalah:
1.  Kabinet Ali Sastroamijoyo I berhasil menyelenggarakan KAA tanggal 18 – 24 April 1955 di Bandung.
2.  Kabinet Burlianudin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu 1 yang  dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu :
•   Tanggal 22 September 1955 untuk memilih anggota DPR.
  • Tanggal 15 Deasember 1955 memilih Badan Konstituante (Badan Pembuat UUD)

Pada masa demokrasi liberal partai politik tumbuh dengan adanya perbedaan tujuan dari partai-partai politik M1 banyak menimbulkan kericuhan dibidang sosial politik yang secara otomatis dapat mengganggu kelancaran penierintahan Indonesia.
b.   Sistem Liberal dan Pemilu I
Pemilu yang pertama terjadi pada tahun 1955, pemilu tersebut diselenggarakan dalam dua tahap yaitu:
1. Tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR.
2. Tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih konstituante.
Kursi yang diperebutkan pada pemilu I adalah 272 kursi DPR dan 542 kursi Dewar Konstituante pada tanggal 20 Maret 1956, pelantikan konstituante pada tanggal 10 November 1956. DPR terbagi dalam beberapa fraksi yaitu:
1. Fraksi Masyumi 10. Fraksi Pembangunan
2. Fraksi PNI 11. Fraksi Perorangan AKUI
3. Fraksi NU 12. Fraksi PSI
4. Fraksi PKI 13. Fraksi Gerakan Pembela Pancasila
5. Fraksi Nasional Progresif 14. Fraksi Persatuan Pegawai Polisi RI
6. Fraksi Pendukung Proklamasi 15. Fraksi PPTI
7. Fraksi PSI1 16. Fraksi Persi
8. Fraksi Parkindo 17. Fraksi PIR Huzairin
9. Fraksi Katolik 18. Fraksi Persatuan

Perolehan suara dalam Pemilu I ternyata ada empat partai besar yang memperoleh suara terbanyak. Keempat suara itu adalah Masyumi, PNI, NU, PKI. Sesudah pemilu banyak partai-partai terutama partai besar selalu bertengkar. Pertengkaran ini terjadi karena masing-masing partai ingin memaksakan kehendaknya.
Konstituante membentuk UUD, terdapat perbedaan pendapat, dengan adanya perbedaan pendapat dan perbedaan keinginan, menyebabkan sidang-sidang konstituante selalu mengalarni jalan buntu, yang akhirnya dewan konstituante tidak pernah menghasilkan UUD pengganti UUDS, karena selalu mengalami kegagalan, maka dewan konstituante akhirnya dibubarkan melalui Dekrit Presiden.
c. Konferensi Asia Afrika

Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia mendapatkan bantuan dari India, Pa­kistan, Mesir, Birma dan masih banyak negara non-blok yang ada di Asia Afrika. Kemudian India, Pakistan, Sailand dan Birma memelopori Konferensi Asia Afrika di Bandung dengan tujuan menciptakan kerjasama Asia Afrika, serta membantu negara-negara di Asia Afrika yang belum merdeka.
Awal dari konferensi Asia Afrika adalah Konferensi Kolombo di Srilangka pada muzi 1954 bulan April yang dihadiri oleh: 
1. Indonesia, yang diwakili oleh Ali Sastroamidjoyo
2. Pakistan, yang diwakili oleh Moh. Ali
3. Srilangka, yang diwakili oleh Sir John Kotewala
4. India, yang diwakili oleh Jawaharlal Nehru.
5. Birma, yang diwakili oleh Unu
Konferensi kolombo sebagai persiapan konferensi Asia Afrika I lanjutkan di Bogor, pada bulan Desember 1954. konferensi di Bogor ini dikenal dengan nama “konferensi Panca Negara” yang menjadi pokok pembicaraannya adalah:
1. Menetapkan acara konferensi Asia Afrika
2. Menetapkan negara mana yang akan di undang
3. Menetapkan waktu penyelenggaraan konferensi Asia Afrika
4. Merumuskan tujuan konferensi Asia afrika.
Sedangkan tujuan dari konferensi Asia Afrika adalah
1. Meningkatkan muhibah dan kerjasama diantara bangsa-bangsa Asia Afrika
2. Memprtimbangkan masalah-masalah sosial, ekonomi clan kebudayaan dar hubungan antar negara yang diajukan
3. Mernpertimbangkan masalah-masalah yang menjadi perhatian khusus rakyat-­rakyat Asia Afrika antara lain persoalan mengenai kedaulatan nasional serta mengenai realisme dan kolonialisme
4. Menilik kedudukan Asia dan Afrika serta rakyat mereka di dunia masa kini dan sumbangan yang dapat mereka berikan untuk meningkatkan perdamaian dan kerjasama dunia.
Pada tanggal 18 April 1955 di bandung diselenggarakan konferensi asia Afrika sampai tanggal 26 April 1955 dihadiri oleh 29 negara. Negara-negara yang hadir pada konferensi Asia Afrika di Bandung adalah negara:
1. Afganistan                11. Saudi Arabia           21. Muangthai
2. Birma                         12. Sudan                      22. Mesir
3. Jepang                       13. Turki                       23. Nepal
4. Ethiopia                    14. Viaetnam Selatan    24. Pakistan
5. Filiphina                    15. Yordania                 25. RRC
6. Ghana                       16. Kamboja                 26. Srilangka
7. India                          17. Laos                        27. Suriah
8. Indonesia                  18. Libanon                   28. Vietnam Utara
9. Irak                            19. Liberia                     29. Yaman
10. Iran                         20. Libya
Konferensi Asia Afrika menghasilkan berbagai keputusan penting yang dituangkan dalam suatu komunikasi bersama. Disamping itu telah pula disetujui prinsip-prinsip hubungan internasional dalam rangka memelihara dan memajukan perdamaian dunia, prinsip-prinsip tersebut dikenal dengan nama “Dasasila Bandung”.
Dasasila Bandung adalah sebagai berikut:
1) Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat dalam piagam PBB.
2) Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3) Mengakui persamaan semua ras dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil.
4) Tidak melakukan intervensi atau campur tangan masalah dalam negeri negara lain.
5) Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendin secara sendirian atau acara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
6) Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
7) Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Aspirasi bangsa Indonesia tentang keinginannya untuk berusaha ikut melaksanakan perdamaian dunia tercantum pada preambul Undang-Undang Dasar 1945, disana tercantum “ikut melaksanakan ketertiban dunia berclasarkan kemerdekaan, perdamaian clan keadilan sosial” im merupakan dasar somber bagi Indonesia untuk melaksanakan politik luar negerinya. Dengan keyakinan itu menjadi pegangan bangsa Indonesia dalam mencapai perdamaian dunia, Indonesia memilih masuk PBB claripacla mengikuti blok barat maupun blok timer clan tetap pada pendiriannya sebagai negara non blok (non aliance).
d. Masalah-masalah Angkatan Perang dan Menanggulanginya Gangguan
Keamanan Dalam Negeri
Gangguan keamanan dalam negeri dimaksudkan adalah hal-hal atau peristiwa yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan maksud. tertentu yang akibatnya dapat menghambat, menantang dan mengancam keselamatan bangsa dalam usahanya mencapai tujuan negara.
Pemberontakan —pemberontakan dalam  negeri :
1. DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) tahun 1949 — 1962
Gerakan DI mempunyai tekanan makna politik yaitu keinginan mempengaruhi orang lain mengikuti kehendaknya, sedangkan TII menggambarkan masalah tentara. Jika digabung DI/TII menunjukkan adanya kelompok yang ingin mendinkan negara Islam dengan menggunakan tentara sebagai inti kekuatannya.
Untuk melaksanakan keinginannya. maka DI/TII mengadakan pemberontakan­pemberontakan. Pemberontakan yang cukup lama dan menelan korban jiwa dan harta rakyat yang besar terjadi di Jawa Barat dibawah pimpinan S.M.Kartosuwiryo. Semula Kartosuwiryo menentang keputusan perjanjian “Renville” sehingga ketika Siliwangi “hijrah” ke Jawa Tengah, ia menganggap bahwa Jawa Barat telah ditinggalkan oleh republik. Oleh sebab itu ia melanjutkan perlawanan terhadap Belanda sambil bersikap menentang republik.
Sementara itu terjadi pula pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan “Proklamasi” Daud Beureuh bahwa Aceh merupakan bagian negara Islam Indonesia dibawah Imam Kartosuwiryo pada tanggal 20 September 1953. Daud Beureuh pernah memegang jabatan Gubernur Militer daerah Istimewa Aceh sewaktu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan keamanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintah, baik sipil maupun militer.
Penyelesaian terakhir pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan suatu musyawarah kerukunan rakyat Aceh” pada bulan Desember 1962 atas prakarsa Iskandar Muda, Kolonel M. Jasin. Dengan kembalinya Daud Beureuh ke masyarakat, kearnanan rakyat Aceh sepenuhnya pulih kembali.
Untuk menumpas pemberontakan Kartosuwiryo itu pemerintah melancarkan operasi militer resminya dimulai pada tanggal 27 Desember 1945. karena campur tangan golongan politik, operasi beilalan lamban. Keadaan itu memungkinkan gerombolan Karto Suwiryo mengganas dengan leluasa, sehingga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi rakyat.
Pemerintah mulai bertindak tegas sejak mulai Oktober 1961 dengan keluarnya perintah presiden untuk menangkap Kartosuwiryo hidup atau mati dan menghancurkan gerombolannya. Untuk itu dibentuk Komando Operasi Baratayuda yang dipimpin oleh Kolonel Ibrahim Adjie. Dalam operasi ini digunakan pagar betis yang dilakukan oleh ABRI bersama rakayat, dengan tujuan memperkecil suang gerak gerombolan. Basis-basi DI dikepung, garis supplynya dipotong dalam daerah -%-ang lugs. Dalam operasi Siliwangi dibawah pimpinan Letnan Dua Suhanda, pada tanggal 4 Juni 1962 Kartosuwiryo berhasil ditangkap di gunung Geber daerah Majalaya. Sejak itu berakhirlah petualangan DI/TII.
2. pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) 1950
Di Bandung ada yang menamakan dirinya “Angkatan Perang Ratu Adil”. Mernberikan ultimatum kepada pemerintah RIS dan negara Pasundan supaya mereka. Mngakui sebagai tentara “Pasundan” dan menolak usaha-usaha untuk mernbubarkan negara boneka. Ultirnaturn itu tidak dihiraukan oleh pemerintah RIS.
Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950 gerombolan APRA melancarkan serangannya terhadap kota Bandung, gerombolan ini dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling, yang pada bulan Desember 1946 telah memirnpin gerakan pembunuhan masal terhadap rakyat Sulawesi Selatan, dengan kekuatan pasukannya kurang lebih 800 orang terdiri dari bekas KNIL pelarian pasukan perang, barisan pengawal “Stootro epee” dan polisi Belanda, penyerangan dilakukan dengan menggunakan kendaraan lapis baja.
Peristiwa itu menimbulkan banyak korban, karena pasukan APRA secara membabi buta menembaki setiap TNI yang mereka temui baik yang bersenjata maupun yang tidak. Perlawanan hampir dapat dikatakan tidak ada oleh karena penyerbuan tersebut tidak terduga sarna sekali dan rnengingat kesatuan-kesatuan Siliwangi, beberapa saja rnemasuki kota Bandung setelah perdamaian tercapai sebagai hasil KMB. Ketika peristiwa ini terjadi, panglima Divisi Siliwangi, Kolonel Sodikin, sedang mengadakan peninjauan ke luar kota yaitu ke Subang bersama Gubernur Jawa Banat, Sewaka.
Untuk memperkuat per-tahanan kota Bandung, pemerintah RIS segera mengirimkan pasukannya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur serta dari Jakarta. Operasi penumpasan dilakukan di daerah Pacet pada tanggal 24 Januari 1950, pasukan TNI berhasil menghancurkan sisa-sisa gerombolan APRA.
Westerling melarikan diri dari Bandung ke Jakarta lalu merencanakan suatu gerakan untuk menangkap semua menteri RIS yang sedang menghadiri sidang kabinet, dan membunuh mentri pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sekretaris Jendral kementrian pertahanan Mr. A.Budiardjo juga pejabat Kepala staf angkatan perang Kolonel T.B.Simatupang. tindakan Westerling mendapat bantuan dari salah seorang kabinet RIS yaitu Sultan Hamid Il yang kemudian dapat ditangkap, sedangkan Westerling melarikan diri ke luar negeri dengan pesawat Catalina Militer AL Belanda.
3. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Rentetan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Indo­nesia bekas KNIL dan pasukan baret hijau yang pro Belanda terjadi di Maluku. Di Ambon pada tanggal 25 April 1950 diumumkan berdirinya “RMS” yang menyatakan diri lepas dari negara Indonesia Timur (NIT) dan RIS, dibawah pimpinan Dr. Soumukil. bekas jaksa Agung negara Indonesia.
Pemerintah pusat berusaha untuk menyelesaikan peristiwa ini secara damai yaitu dengan mengirirnkan suatu misi yang diketuai oleh Dr. Leimena. Usaha ini tidak berhasil sehingga pemerintah memutuskan segera untuk menumpasnya dengan kekuatan senjata dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang.
Pada tanggal 14 Juli 1950 pagi hari, pasukan APRIS/TNI mendarat di Laha, pulau Buru dengan dilindungi Korvet Patiunus. Kemudian pasukan bergerak ke pulau Seram. Sernentara itu, pasukan-pasukan APRIS yang lain mendarat dan dapat segera menguasai Tanibar, kepulauan Kei dan Aru.
APRIS mendapat perlawanan yang sengit dari RMS. Tetapi akhirnya Ambon yang, rnenjadl pusat RMS dapat direbut pada bulan November 1950. kemudian sisa­sisa pasukan RMS melarikan diri ke hutan-hutan dan sering melakukan pengacauan di Maluku.
Pada tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumukil, gembong “Republik Maluku Selatan (RMS)”, berhasil ditangkap di pulau Seram kemudian di adili di Jakarta oleh rnahkarnah militer luar biasa pada tanggal 21 April 1964 dan dijatuhi hukuman mati.
Sebelurnilya tokoh-tokoh RMS lainnya, termasuk Manuhutu, telah menyerahkan diri kepada pemerintah pada tahun 1951 dan dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan tentara pada tanggal 8 Juni 1958 di Yogyakarta.
Meskipun di dalam negeri pemberontakan RMS telah dimusnalikan, di luar negeri pelarian-pelarian RMS dibawah pimpinan Manusama, serta bekas-bekas serdadu KNI yang “turut pulang” dengan Belanda masih melanjutkan petualangannya.
4. Pemberontakan PRRI/Permesta (1958)
Dengan dimulainya pembentukan dewan-dewan seperti dewan Banteng, dewan Gajah, dewan Mangum dan pengambilan kekuasaan pemerintahn setempat akhirnya pecah menjadi pemberontakan terbuka pada bulan Pebuari 1958, yang dikenal sebagai pemberontakan “PRRI/Permesta”.
Politik di ibu kota, ketidakstabilan pemerintah, masalah korupsi, perdebatan-perdebatan dalam konstituante serta pertentangan dalam masyarakat mengenai korupsi presiden, Berawal dari pembetukan seperti di Padang tanggal 20 Nopember 1956 dibentuk ­dewan Banteng yang diketuai oleh Letnan Koloner Achmad Husain, dewan ini menuntut agar pemerintah pusat memberikan otonomi yang lebih luas kepada daerah, kemudian dewan lainnya seperti dewan Gajah di Sumatera Utara dibawah pimpinan Letnan Kolonen Simbolon, dewan Garuda di Sumatera Selatan dibawah pimpinan Letnan Kolonel Barlian, dewan Mangum di Sulawesi Utara dibawah pimpinan Kolonel H.N.V. Sumual, dan pengambilan kekuasaan daerah setempat yang akhirnya pecah menjadi pemberontakan terbuka pada bulan Pebruari 1958, yang dikenal sebagai Pemberontakart PRRI Permesta.
Sementara itu Presiden Soekarno menyampaikan gagasannya untuk memperbaiki suasana politik dan mengatasi daerah-daerah yang membangkang dengan mengadakan pembaharuan sistem pemerintahan dan ketatanegaraan. Gagasan yang diucapkan pada tanggal 21 Februari 1957 itu dikenal dengan konsepsi Presiden Soekarno, isi pokoknya antara lain:
1. Sistem demokrasi terpirnpin harus menggantikan sistim demokrasi parlementer (liberal) yang selama ini masih digunakan.
2. Dibentuk kabinet kali empat yang didalamnya duduk empat partai besar yang menang dalam pemilihan umum tahun 1955 yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PIC.
Pada tanggal 19 Januari 1958 suatu pertemuan diselenggarakan di sungai daerah Sumatera Barat yang dihadiri oleh Letnan Kolonel Husain, Letnan Kolonel Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachlan Djambek dan Kolonel Zulkifli Lubis sedangkan dari sipil nadir M. Natsir, Syarif Usman, Harahap dan Syafruddin Prawiranegara. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan soal pembentukan pemerintahan barn serta hal-hal yang berhubungan dengan itu.
Pada tanggal 10 Pebruari 1958 diadakan rapat raksasa di Pandang Letnan Kolonel Achmad Husain berpidato memberikan ultimatum kepada pemerintah pusat, ultimatum itu menuntut hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam waktu 5 x 24 jam kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada presiden atau presiden mencabut mandat kabinet Djuanda.
2. Presiden menugaskan Drs. Muh. Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk zaken kabinet.
3. Meminta kepada presiden supaya kembali kepada kependudukannya sebagai presiden konstitusional.
Dalam sidang dewan menteri pada tanggal 11 Maret 1958 ultimatum itu dengan tegas ditolak pemerintah. Achmad dan semua perwira yang terlibat dipecat. Terjadilah pernberontakan pada tanggal 15 Pebruari 1958. pada tanggal tersebut Achmad Husain menyatakan berdirinya PRRI (pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) berikut pembentukan kabinetnya dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.
Di Sulawesi proklamasi PRRI mendapat dukungan. Pada tanggal 17 Pebruari 1950 Letnan Kolonel D.J.Somba yang menjadi Komandan Militer untuk Sulawesi Utara dan Tenggara memutuskan hubungannya dengan pemerintah pusat. Di Sulawesi pernberontakan yang serupa dengan PRRI ini disebut “Permesta” (Piagam Perjuangan Rakyat Semesta).
Dalam upaya menurnpas pemberontakan PRRI/Permesta, pemerintah mengerahkan angkatan darat, laut clan udara. Daerah yang pertama dikuasai adalah Riau dibawah pimpinan Letnan Kolonel Kahal-Lidin Nasution. Tujuannya untuk mengamankan masalah­-masalah minyak asing clan untuk mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya. Kota Pakan baru berhasil dikuasai pada tanggal 12 Maret 1958. Untuk mengamankan daerah Sumatera Barat dilancarkan operasi 17 Agustus dibawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani. Pada tanggal 17 April Padang dapat dikuasai oleh pasukan angkatan perang dan pada tanggal 4 Mei menyusul kota Bukittinggi.
Untuk Indonesia bagian Timur operasi-operasi penumpasan “Permesta” dikenal dengan “Operasi Merseka” dibawah pimpinan Letnan Kolonel Rukminto Hendradiningrat.
Sementara itu, di daerah Sumatera Utara dilancarkan operasi saptamarga dibawah pimpinan Brigadir Jendral Djatikusurno. Untuk daerah Sumatra Selatan dilancarkan operasi sadar dibawah pimpinan Letnan Kolonel Dr. Ibnu Sutowo. Pimpinan PRRI akhirnya menyerah satu persatu. Pada 29 Mei 1961 secara resmi Achmad Husain melaporkan diri dengan pasukannya, disusul oleh tokoh PRRI yang lain, baik militer maupun sipil. Akhirnya pemberontakan-pemberontakan PRRI/Permesta itu dapat dipadamkan seluruhnya pada pertengahanan tahun 1961.
e. Pendidikan, Komunikasi dan Budaya
Setelah diadakan pengalihan masalah pendidikan dari pemerintah Belanda kepada RI pada tahun 1950, maka oleh menteri pendidikan pada waktu itu, yaitu Dr. Abu Hanifah disusun suatu konsepsi pendidikan yang rnenitik beratkan kepada spesialisasi. Bangsa Indonesia amat terbelakang dalam pengetahuan teknik, di beberapa kota diadakan Akademi Pelayaran, Akademi Oseonografi dan Akademi Resech laut, kata-kata yang dmaksud adalah Surabaya, Makasar, Ambon, Menado, Padang dan Palembang.
Sistem pendidikan diadakan dengan titik berat desentralisasi dalam perkembangan selanjutnya sejak tahun 1959 disusun soatu rencana konsepsi pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama. Konsepsi terdiri atas 7 ketentuan:
1. Penerbitan aparatur dan usaha-usaha Dep. PP dan K
2. Menungkatkan seni dan olah raga
3 Mengharuskan “usaha halaman”
4. Mengharuskan penabungan
5. Mewajibkan usaha-usaha koperasi
6. Mengadakan kelas masyarakat
7. Membentuk regu kerja dikalangan SLA dan universitas.
Pada tanggal 28 Oktober s/d 2 November 1954 di adakan kongres bahasa Indo­nesia di Medan untuk menyempurnakan ejaan baru. Pada tanggal 17 April 1957 di adakan perjanjian persahabatan antara RI dengan Persekutuan Tanah Melayu, yang masing-masing untuk RI diwakili Perdana Menteri In Djuanda dan persekutuan Tanah
Melayu oleh perdana menteri Dato Abdul Rozak bin Dato Husein. Sebagai tindakan selanjutnya, pada tanggal 4 sarnpai 7 Desember 1959 di Jakarta, diadakan sidang
Masyarakat Indonesia Setelah Kemerdekaan bersama antara panitia Pelaksana kerjasama Bahasa Melayu — Bahasa Indonesia, yang diketuai oleh Prof Dr. Slamet Muljana dengan jawatan Kuasa Ejaan Resmi Bahasa Persekutuan Tanah Melayu, yang dipimpin oleh Syeh Nasir bin Ismail. Sidang bersama itu menghasilkan pengumuman Bersama Ejaan Bahasa Melayu-Indonesia (Melindo).
Pada akhirnya pemerintah pada periode Orde Baru menetapkan berlakunya Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang berlaku mulai 17 Agustus 1972. Periodisasi rnenUrutNUgroho Notosusanto mengemukakan periode sejarah sastra Indonesia sebagai berikut.
1. Sastra Melayu Lama
2. Sastra Indonesia Modern
Setelah pengakuan Kedaulatan di Jogya berdiri Organisasi Pelukis Indonesia (PI). Beberapa pelukis bergabung dalam himpunan budaya Surakarta.
Dalam periode ini perusahaan Film di Indonesia yang tergabung dalam PPFI (Persatuan Produsen Film Indonesia) milik bangsa Indonesia dan Asing, berjumlah lebih kurang, 20 buah. Perusahaan ini termasuk PFN (Perusahaan Film Negara). Mengenai perkembangan seni bangunan dapat dikemukakan bahwa keadaan bangunan di kota-kota pada umumnya mengambil tempat tak berketentuan dan tak melaraskan diri dengan keadaan alam.
Mengenai media Komunikasi Massa pada jaman liberal ditandai dengan liberalisme dalam hal penulisan berita, tajuk rencana dan pojok. Pada umumnya segi komersialnya kurang menguntungkan, pengusahaannya sudah diasuh secara liberal. Gejala lain yang nampak pada waktu itu, setiap individu, asal memiliki uang, tidak memandang golongannya dapat menerbitkan Surat kabar atau Majalah, tanpa merninta ijin kepada, yang berwenang. Sarana komunikasi lainnya yang vital di negara kits adalah Radio. Sejak proklamasi, penyiaran radio dikuasai oleh bangsa. Indonesia. Dengan sendirinya corak siaran radio dapat disesuaikan dengan juara revolusi pada waktu itu.
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
  1. a.    Dekrit Presiden 5 Juli 1959
 Dewan konstituante merumuskan UUD namun tidak berhasil karena muncul berbagai pertentangan. Partai Masyumi dan NU menghendaki UUD disusun berdasarkan ajaran islam. Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno mengusulkan agar UUD 1945 ditetapkan sebagai UUD RI. Lalu dewan konstituante mengadakan pemungutan suara dalam rangka menolak atau menerima usulan presiden tersebut.
Pemungutan suara diadakan sebanyak tiga kali :
  1. Tanggal 30 Mei 1959 diadakan pemungutan suara pertama tetapi gagal akibat banyaknya anggota konstituante yang tidak hadir.
  2. Tanggal 1 Juni 1959 diadakan pemungutan suara kedua yang juga mengalami kegagalan.
  3. Tanggal 2 Juni 1959 diadakan pemungutan suara ketiga kalinya tetapi juga mengalami kegagalan.
Konstituante selalu mengalami kegagalan,maka pada tanggal 3 Juni 1959 dewan konstituante diistirahatkan. Akhirnya UUD 1945 menjadi UUD RI kembali dan pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden :
  1. Pembubaran konstituante
  2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
  3. Pembentukan MPRS atau DPAS
Setelah mengeluarkan dekrit ini pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden berpidato yang dikenal dengan nama Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol).
Keadaan Politik dan Ekonomi di dalam Negeri
            Tidak berfungsinya DPRGR dan dibubarkannya DPR pada tanggal 5 maret 1960 karena tidak mau menerima RAPBN yang diajukan pemerintah mendapatkan kecaman dari semua partai politik. Sehingga beberapa partai seperti Masyumi, NU, Parkindo, Partai Katolik, Liga Muslimin, PSI dan LPKI mendirikan liga demokrasiyang diketuai oleh Imron Rosyadi dari NU. Liga demokrasi mengemukakan kecaman terhadap persiden.
  1. Tindakan presiden membubarkan DPR hasil pemilu adalah tidak tepat.
  2. Pembentukan DPRGR hanya akan memperkuat PKI saja.
Jaman demokrasi terpimpin yang berjalan tanpa aturan yang jelas membuat kehidupan ekonomi nasional semakin merosot. Salah satu tindakan Presiden yang semakin mengacaukan ekonomi nasional adalah dengan menghimpun dana revolusi yang dikuasai secara pribadi oleh Presiden dan memerintahkan kepada Menteri Keuangan untuk tidak mengumumkan neraca Bank Indonesia meyebabkan devisit pada tahun 1965 dan akhirnya memicu terjadinya inflasi.

  1. b.   Pembubaran Irian Jaya
Akibat dari tidak diserahkannya negara boneka atau irian barat kepada Indonesia oleh Belanda memaksa Indonesia untuk membawa permasalahan ini ke sidang umum PBB. Pada pidato Presiden dalam memperingati hari proklamasi RI ke 15 memutuskan bahwa hubungan diplomatik dengan Belanda telah berakhir.
Pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta Presiden Soekarno mengucapkan pidato tentang Tri Komando Rakyat yang berisi :
  1. Gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan kolonial Belanda.
  2. Kibarkan sang merah putih di Irian arat tanah air Indonesia.
  3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Operasi pembubaran Irian Barat pada tanggal 2 Januari 1962 dibawah pimpinan Panglima Mayor Jendral Soeharto memiliki tiga rencana, yaitu :
  1. Tahap infiltrasi tahun 1962 yaitu usaha untuk menyusupkan kekuatan pasukan dan rakyat ke sekitar daerah sasaran yang dituju.
  2. Tahap eksploitasi tahun 1963 yaitu usaha mengadakan serangan terbuka terhadap lawan serta berusaha untuk menduduki pos-pos pertahanan musuh yang penting.
  3. Tahap konsolidasi tahun 1964 yaitu tahap untuk menegakkan kekuasaan pemerintah Republik Indonesia di irian Barat.
Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran Laut Aru yang menyebabkan gugurnya Komodor Yos Sodarso dan Kapten Laut Wiratno. Untuk mengatasi pertempuran ini Amerika Serikat mengajukan usul yang dikenal dengan usul Bonker yang dikemukakan oleh Elswoth Bonker, yang berisi :
  1. Pengesahan administrasi pemerintahan Irian Barat kepada Indonesia melalui badan pemerintah PBB.
  2. Menjamin adanya hak menentukan pendapat bagi rakyat di Irian.
Pada tanggal 15 Agustus 1962 diadakan perundingan antara Indonesia dengan Belanda di New York yang menghasilkan :
  1. Irian Barat satu tahun akan diurus oleh pemerintahan sementara PBB.
  2. Pemerintah sementara PBB akan memakai tenaga-tenaga Indonesia termasuk putra-putra Irian Barat serta sisa-sisa pegawai Belanda yang masih diperlukan.
  3. Pasukan Indonesia yang ada di Irian Barat statusnya dibawah kekuasaan pemerintah sementara PBB.
  4. Angkatan perang Belanda secara berangsur-angsur dipulangkan ke negeri Belanda.
  5. Antara Irian Barat dan daerah Indonesia lainnya berlaku lalu lintas.
  6. Tanggal 31 Desember 1962 bendera Indonesia mulai dikibarkan disamping bendera PBB.
  7. Tanggal 1 Mei 1963 pemerintah Republik Indonesia resmi menerima pemerintah Irian Barat dari pemerintah sementara PBB.
Dan pada akhirnya ditahun 1969 Irian Barat masuk dan bersatu dengan Republik Indonesia.
  1. c.    Penyimpangan Pancasila dan UUD 1945 pada waktu orde lama
Setelah UUDS 1950 diganti kembali dengan UUD 1945, terjadi penyimpangan yang disebabkan oleh pihak Indonesia yang sedang menjalankan perang kemerdekaan, membela, dan mempertahankan kemerdekaan yang belum lama diproklamasikan. Sedangkan di pihak lain, Belanda sedang berusaha menjajah kembali Indonesia. Oleh sebab itu, UUD 1945 belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dalam periode 1945-1949 terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan UUD 1945 yaitu sistim kabinet presidensil berubah menjadi parlementer. Dampak dari perubahan tersebut adalah kekuasaan eksekutif dipegang oleh perdana menteri dan banyaknya partai yang saling bertentangan yang menyebabkan sering bergantinya kabinet. Untuk menyelesaikan pertentangan politik yang ada, maka pada tahun 1955 diadakan pemilihan umum dengan berdasarkan pada UUDS.
Presiden dengan dukungan sebagian besar warga Indonesia mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang disebabkan karena adanya kemacetan total sistem parlementer dalam menyusun UUD yang dapat membahayakan keutuhan bangsa dan negara Indonesia. Sejak saat itulah UUD 1945 berlaku kembali. Akan tetapi, penyimpangan dalam pelaksanaan UUD 1945 masih terjadi saat pemberontakan G-30 S/PKI pada tahun 1945. Penyimpangan yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
  1. Belum dibentuk lembaga-lembaga tertinggi negara seperti DPR, MPR, DPA, dan BPK.
  2. Presiden mengeluarkan produk-produk legislatif yang seharusnya berbentuk Undang-Undang, tetapi dalam bentuk penetapan Presiden yang tanpa persetujuan DPR.
  3. MPRS telah mengangkat Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
  4. Hak Budget DPR tidak berjalan.
Berbagai penyimpangan yang terjadi member peluang kepada PKI untuk merencanakan dan melancarkan pemberontakan terhadap pemerintah Indonesia pada awal Oktober 1965 yang dikenal dengan G-30 S/PKI. Dalam periode 1955-1965, PKI telah berusaha untuk dapat berkuasa yang pada akhirnya mengubah ideologi Pancasila menjadi marxisme-komunisme atau ideologi komunis. Cara atau taktik PKI untuk mencapai tujuannya, yaitu :
  1. Dasar negara Pancasila sebagai alat pemersatu tidak berguna lagi.
  2. PKI berlindung di bawah ajaran Nasakom dari Presiden Soekarno.
  3. PKI menyusup ke dalam partai atau organisasi massa lawan dan memecahkannya, lalu mengajak anggotanya untuk bergabung ke PKI.
  4. PKI menyusup ke dalam tubuh ABRI.
  5. Karena tidak mudah menyusup ke tubuh ABRI, PKI menuntut pemerintah agar soko guru revolusi, yaitu buruh tani yang dilatih dan persenjatai untuk menghadapi berbagai agresi.
  6. PKI mencoba menguasai buruh tani.
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, G-30 S/PKI mulai melakukan pemberontakan di Jakarta dengan menculik dan membunuh enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama angkatan darat dan dibuang ke lubang buaya. Mereka adalah :
  1. Ahmad Yani, sebagai Letnan Jendral, Menteri/Panglima AD.
  2. R. Suprapto, sebagai Mayor Jendral, Deputi III Panglima AD.
  3. Harjono Mas Tirtodarmo, sebagai Mayor Jendral, Deputi III Panglima AD.
  4. S. Parman, sebagai Mayor Jendral, assistant I Panglima AD.
  5. D.I. Panjaitan, sebagai Brigjen, assistant IV Panglima AD.
  6. Soetojo Siswomiharjo, sebagai Brigjen, Inspektur Kehakiman AD.
  7. Piere Tendean, sebagai Letnan Satu, Ajudan dari Jenderal A. H. Nasution.
Penumpasan terhadap PKI dilakukan melalui dua cara, yaitu secara militer dan politis. Setelah mendengar berita penculikan, Mayjend Soeharto mengambil alih sementara pimpinan AD. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menumpas PKI, yaitu :
  1. Merebut kembali Studio RRI yang dilakukan oleh pasukan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
  2. Membebaskan lapangan udara Halim Perdana Kusumah pada tanggal 2 Oktober 1965.
  3. Diadakan operasi pembersihan di sekitar Halim, terutama di Lubang Buaya. Pada tanggal 1 Oktober ditemukan sumur tua tempat para jendral dibunuh. Pada tanggal 5 Oktober ketujuh jendral dimakamkan di TMP Kalibata.
  4. Pada tanggal 2 Oktober diadakan operasi penumpasan PKI di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Brigjend Suryosumpeno dan D.N. Aidit terngkap.
  5. Diadakan Operasi Trisula, yaitu operasi militer yang dilancarkan terhadap sisa-sisa PKI di Jawa Timur.
  6. Pada tanggal 11 Maret, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perinta kepada Soeharto untuk mengambil alih segala tindakan untuk menjamin kemanan, ketenangan, dan kestabilan pemerintah. Surat perintah itu dikenal dengan nama SUPERSEMAR. Dengan adanya surat perintah tersebut, Soeharto melakukan dua hal penting, yaitu :
  7. Membubarkan dan melarang PKI beserta organisasi massanya di seluruh Indonesia terhitung sejak 12 Maret 1965.
  8. Menahan 15 orang menteri yang dinilai terlibat dalam pemberontakan G-30 S/PKI.
  1. c.    Pendidikan Komunikasi Massa dan Budaya
Pada tahun 1950-an, murid-murid SLTP dan SLTA jumlahnya melimpah dan mereka berharap menjadi mahasiswa. Mereka adalah produk pertama dari sistem pendidikan setelah kemerdekaan. Untuk menampung murid-murid tersebut, maka didirikan berbagai perguruan tinggi Islam, Kristen, dan Khatolik. Sejak tahun 1959, disusunlah suatu rencana pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tamadi bawah menteri P dan K Prof. Dr. Prijono.Rencana tersebut berisi 7 ketentuan, yaitu meliputi usaha-usaha :
  1. Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K.
  2. Meningkatkan seni dan olahraga.
  3. Mengharuskan usaha halaman.
  4. Mengharuskan penabungan.
  5. Mewajibkan usaha-usaha koperasi.
  6. Mengadakan kelas masyarakat.
  7. Membentuk regu kerja di kalangan SLTP/SLTA dan Universitas.
Mengenai komunikasi massa surat kabar dan majalah yang tidak bersedia mengikuti irama demokrasi terpimpin, harus menyingkir dan tersingkir. Persyaratan untuk mendapatkan surat ijin terbit diperketat. Sejak 1960, semua penerbit surat kabar dan majalah diwajibkan mengajukan permohonan surat ijin terbit. Pada surat permohonan tersebut dicantumkan 19 pasal pernyataan yang mengandung janji penanggungjawab surat kabar atau majalah tersebut. Untuk dapat diberi surat ijin terbit, maka penanggungjawab tersebut harus mendukung Manipol-Usdek.

No comments:

Post a Comment